Oleh: Yordi Aprianto
Mahasiswa Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung
Wakil Ketua Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung / The Tanggokers.
Betta burdigala, atau Tempalak Mirah dalam sebutan masyarakat Bangka, adalah ikan kecil yang memikul beban besar. Spesies endemik ini hidup di rawa gambut berair gelap, asam, dan miskin oksigen. Lingkungan ekstrem itu justru membentuk adaptasi luar biasa, menjadikannya simbol ketahanan alam Bangka. Namun, simbol tersebut kini berada di ambang kehilangan. Pembukaan kebun kelapa sawit, penambangan timah, dan rusaknya hidrologi gambut telah memangkas sebagian besar habitat alaminya. IUCN bahkan menempatkannya dalam kategori Sangat Terancam Punah (Critically Endangered). Peringatan ini bukan sekadar status, tetapi cermin dari krisis ekologis yang terus membesar.
Rawa gambut Bangka menyimpan kisah evolusi yang tak tergantikan. Tempalak Mirah adalah salah satu bagian penting dari kisah itu. Kehilangannya bukan sekadar hilangnya satu spesies, tetapi hilangnya cabang evolusi yang tidak akan pernah muncul kembali. Dalam ekosistem, ia berperan menjaga keseimbangan organisme kecil dan menjadi sumber pakan bagi predator alami. Jika spesies ini hilang, domino ketidakseimbangan akan merambat ke seluruh ekosistem.
Kerusakan habitat Tempalak Mirah juga adalah gambaran dari kerusakan yang lebih luas. Status kritisnya menandakan bahwa rawa gambut Bangka berada dalam tekanan ekstrem. Penambangan timah ilegal merusak struktur tanah serta mencemari air dengan logam berat. Konversi gambut menjadi perkebunan mengeringkan lahan, mengubah keasaman air, dan menghilangkan vegetasi yang menjadi tempat perlindungan bagi ikan. Habitat yang kian memudar ini turut menyeret banyak spesies endemik lain ke tepi kepunahan, termasuk kelompok ikan hitam kecil seperti Parosphromenus deissneri.
Potensi yang hilang tidak hanya soal ekologi. Tempalak Mirah memiliki nilai estetika tinggi di pasar ikan hias global. Permintaan yang stabil membuka peluang bagi pengembangan budidaya yang berkelanjutan. Penelitian ilmiah terkait adaptasi fisiologisnya juga menyimpan manfaat besar bagi pemahaman ekologi gambut, evolusi ikan labirin, hingga pengelolaan ekosistem air hitam. Jika spesies ini punah, yang hilang bukan hanya ikan—tetapi peluang riset, potensi ekonomi hijau, dan warisan alam yang tak dapat direplikasi.
Baca juga: Betta burdigala, Fauna Identitas Sejati Bangka Belitung

Perlindungan Habitat Harus Menjadi Titik Awal
Perlindungan rawa gambut adalah syarat mutlak bagi kelangsungan hidup Tempalak Mirah. Pemerintah daerah perlu menetapkan kawasan kunci sebagai Area Konservasi Esensial atau Cagar Alam. Langkah ini harus dibarengi dengan penegakan hukum terhadap konversi lahan dan penambangan ilegal yang selama bertahun-tahun merusak ekosistem. Restorasi gambut juga harus dilakukan melalui perbaikan tata air, penutupan kanal, dan penanaman kembali vegetasi khas rawa gambut. Tanpa habitat yang terjaga, seluruh upaya konservasi lainnya akan menjadi solusi sementara.
Penangkaran Terstruktur untuk Menjaga Garis Genetik
Konservasi eks-situ menjadi cadangan penting untuk mencegah kepunahan. Program penangkaran harus diperkuat dengan standar genetika yang ketat. Pendataan silsilah, pemisahan populasi berdasarkan wilayah asal, dan pembentukan bank genetik perlu dilakukan guna mencegah penyempitan keragaman genetik. Ketika habitat telah pulih, hasil penangkaran dapat dilepasliarkan dengan pengawasan ketat.
Keterlibatan Masyarakat adalah Kunci
Konservasi tidak akan berjalan tanpa dukungan masyarakat setempat. Edukasi mengenai nilai ekologis rawa gambut dan status kritis Tempalak Mirah harus dilakukan secara berkelanjutan. Pengembangan ekowisata berbasis pengamatan ikan cupang alam dapat menjadi alternatif pendapatan yang ramah lingkungan. Kelompok masyarakat pengawas juga dapat menjadi garda depan dalam memantau aktivitas ilegal, mulai dari penyetruman hingga perusakan vegetasi perairan.
Baca juga: Sang Penjaga Harta Karun Biologis Dunia dari Bangka Belitung
Penelitian dan Kebijakan Terintegrasi
Dibutuhkan data ilmiah untuk menetapkan batas aman populasi, kebutuhan ekologis spesifik, serta tingkat pencemaran logam berat akibat pertambangan. Pemerintah daerah harus memasukkan perlindungan rawa gambut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah serta kebijakan lingkungan strategis lainnya. Tanpa kebijakan yang tegas dan terintegrasi, tekanan ekonomi akan terus mengalahkan kepentingan konservasi.
Penutup: Menjaga yang Kecil untuk Menyelamatkan yang Lebih Besar
Tempalak Mirah mungkin kecil, tetapi nasibnya mencerminkan masa depan ekosistem Bangka. Jika spesies endemik yang paling adaptif pun berada di ambang kepunahan, maka kerusakan yang terjadi jauh lebih besar daripada yang terlihat di permukaan. Melindungi ikan ini berarti menjaga keseimbangan rawa gambut, keberlanjutan sumber daya air, dan martabat ekologi Bangka sebagai pulau yang kaya akan keunikan hayati.
Konservasi bukan sekadar upaya menyelamatkan spesies, tetapi menyelamatkan identitas. Tempalak Mirah adalah bagian dari identitas itu. Bangka akan kehilangan sebagian wajah alaminya jika tidak segera bertindak.



