Pangkalpinang – Delapan spesies ikan endemik air tawar Bangka Belitung yang hanya hidup di wilayah ini dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia kini berada di ujung kepunahan.
Namun alih-alih memprioritaskan penyelamatan kekayaan biologis dunia ini, PT Timah Tbk justru menebar ikan nila, spesies invasif yang berpotensi mempercepat hilangnya ikan endemik dari habitat alaminya.
Ironisnya, di saat spesies endemik Babel diabaikan di tanah kelahirannya, ikan-ikan ini justru diperjualbelikan di pasar gelap internasional.
Di forum kolektor luar negeri bahkan platform global seperti eBay, jenis seperti Betta burdigala dan Parosphromenus deissneri dijual dengan harga mencapai Rp1 juta hingga Rp5 juta per ekor.
Dunia melihat nilainya. Kita justru membiarkannya punah.
Penebaran Ikan Nila Dinilai Keliru dan Berbahaya
PT Timah mengklaim penebaran 15 ribu bibit ikan nila di enam kolong bekas tambang di Pemali sebagai bentuk Good Mining Practice dan program pemulihan lingkungan.
Namun para peneliti menegaskan, tebar nila bukan rehabilitasi lingkungan, melainkan introduksi spesies invasif yang dapat menghancurkan ekosistem air tawar asli.
“Ikan nila berkembang cepat, agresif, dan memangsa larva ikan kecil,”
jelas Swarlanda, pembina Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung (YIEBB).
“Jika nila memasuki aliran air dan rawa alami, ikan endemik Babel bisa hilang.”

Baca juga:
PT Timah Tebar Ikan Hama: Langkah Ceroboh yang Ancam Kepunahan Spesies Endemik Babel
Delapan Spesies Endemik yang Terancam Punah
| No | Spesies / Nama Ilmiah | Nama Lokal |
|---|---|---|
| 1 | Betta burdigala | Tempalak Mirah |
| 2 | Betta chloropharynx | Tempalak Budu |
| 3 | Betta schalleri | Tempalak Punggor |
| 4 | Parosphromenus deissneri | Tempalak Igik Labu |
| 5 | Gymnochanda verae | Temlayar Kace |
| 6 | Encheloclarias tapeinopterus | Keli Sulong |
| 7 | Sundadanio gargula | Bebiuuu |
| 8 | Parosphromenus juelianae | Butiek Labeu |
“Kalau mereka punah di Babel, berarti punah dari muka bumi,”
tegas Swarlanda.
Baca juga: Swarlanda, Sang Penjaga Harta Karun Biologis Dunia dari Bangka Belitung
Bertentangan dengan Undang-Undang & Komitmen Internasional
Penebaran ikan nila berpotensi melanggar:
-
UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
-
Permen KP No. 19 Tahun 2020 tentang larangan spesies invasif
-
Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) yang telah diratifikasi Indonesia
Dengan kata lain: Ini bukan sekadar keliru. Ini berpotensi melanggar hukum.
Kolong Bekas Tambang = Habitat Asli yang Rusak, Bukan Kolam Buatan
Kolong bekas tambang dulunya adalah perairan alami, tempat ikan native dan endemik berevolusi ribuan tahun.
Namun setelah dampak penambangan, kolong kini menyimpan residu logam berat dan tingkat keasaman tinggi.
Tanpa kajian limnologi, kolong berubah menjadi “perangkap ekosistem”.
Melepas ikan asing seperti nila berarti:
-
Mengganggu keseimbangan genetik
-
Memangsa larva ikan lokal
-
Menguasai habitat
-
Mempercepat kepunahan endemik
“Rehabilitasi lingkungan bukan soal tebar ikan.
Tapi soal menjaga kehidupan yang asli,” ujar Swarlanda.
Baca juga: Betta burdigala, Fauna Identitas Sejati Bangka Belitung
Lawang Pos Menyerukan:
-
Hentikan penebaran ikan nila di kolong eks tambang.
-
Pemerintah & DPRD Babel segera bentuk Perda Perlindungan Spesies Endemik.
-
Audit ekologis menyeluruh terhadap program CSR PT Timah.
-
PT Timah wajib bermitra dengan YIEBB, bukan berjalan sendiri.
Bangka Belitung bukan sekadar tanah tambang.
Bangka Belitung adalah rumah terakhir bagi kehidupan yang tidak dimiliki dunia lain.
Jika endemik ini hilang, tidak akan ada kesempatan kedua.
Dan kita akan dikenang sebagai:
Generasi yang menyelamatkan, atau generasi yang membiarkan kepunahan terjadi.
(RZ)





