Klaim Hijau PT Timah Dipertanyakan: Tebar Ikan Nila di Kolong Tambang Dinilai Langgar Prinsip Ekologi
BANGKA – Klaim PT Timah Tbk bahwa penebaran belasan ribu bibit ikan nila di enam kolong bekas tambang di wilayah Pemali, Kabupaten Bangka, sebagai wujud Good Mining Practice dan pemulihan lingkungan berkelanjutan, kini menuai kritik tajam dari kalangan ilmuwan dan pegiat konservasi.
Langkah tersebut dinilai tidak memiliki dasar ilmiah dan justru berpotensi mempercepat kepunahan ikan endemik Bangka Belitung.
Narasi “Good Mining Practice” yang Keliru
Dalam rilis resminya, PT Timah mengklaim penebaran 15 ribu bibit ikan nila dapat mengoptimalkan kolong bekas tambang agar produktif dan mendukung ekonomi masyarakat.
Namun para peneliti menyebut, tebar ikan nila bukan bentuk pemulihan lingkungan, melainkan introduksi spesies invasif yang berpotensi merusak ekosistem air tawar alami.
“Ikan nila itu spesies asing. Mereka berkembang cepat, agresif, dan memangsa larva ikan kecil,” jelas Swarlanda, pembina Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung (YIEBB).
“Habitat kolong yang masih menyimpan sisa bahan tambang bukan tempat ideal untuk budidaya. Jika nila dilepas ke sistem sungai dan rawa alami, ikan endemik Babel bisa habis.”
Baca juga: Swarlanda, Sang Penjaga Harta Karun Biologis Dunia dari Bangka Belitung
Mengancam Delapan Spesies Endemik Dunia
Bangka Belitung dikenal memiliki delapan spesies ikan endemik air tawar dunia yang hanya hidup di wilayah ini dan tidak ditemukan di tempat lain. Sebagian besar kini berstatus kritis (CR) dan terancam punah (EN) menurut IUCN.
| No | Spesies / Nama Ilmiah | Nama Lokal | Status Konservasi |
|---|---|---|---|
| 1 | Betta burdigala | Tempalak Mirah | Critically Endangered |
| 2 | Betta chloropharynx | Tempalak Budu | Critically Endangered |
| 3 | Betta schalleri | Tempalak Punggor | Endangered |
| 4 | Parosphromenus deissneri | Tempalak Igik Labu | Endangered |
| 5 | Gymnochanda verae | Ikan Temlayar Kace | Endangered |
| 6 | Encheloclarias tapeinopterus | Keli Sulong | Vulnerable |
| 7 | Sundadanio gargula | Ikan Bebiuuu | Vulnerable |
| 8 | Parosphromenus juelianae | Ikan Butiek Labeu | Dalam peninjauan IUCN |
“Kalau ikan-ikan ini hilang di Babel, berarti hilang dari muka bumi. Tidak ada duanya,” ujar Swarlanda.
Baca juga: FAKTA ILMIAH TERBARU: Betta burdigala, Fauna Identitas Sejati Bangka Belitung
Bertentangan dengan Aturan Nasional dan Internasional
Langkah PT Timah Tbk menebar ikan nila bertentangan dengan sejumlah regulasi:
-
UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
Pasal 86 ayat (2): membudidayakan atau melepaskan jenis ikan yang membahayakan ekosistem dapat dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar. -
Permen KP No. 19 Tahun 2020
Melarang pembudidayaan dan peredaran ikan yang membahayakan sumber daya ikan lokal. -
UU No. 5 Tahun 1994
Mengesahkan Convention on Biological Diversity (CBD) yang mewajibkan setiap negara mencegah penyebaran spesies invasif.
Artinya, tindakan PT Timah bukan sekadar salah secara ilmiah, tetapi berpotensi melanggar hukum dan komitmen lingkungan internasional yang sudah disetujui pemerintah Indonesia.
Kolong Bekas Tambang dulunya adalah Habitat Alami dari Ikan Native dan Endemik
Kolong bekas tambang itu adalah kawasan perairan alami dulunya, tapi kini perairan alami tersebut menjadi cekungan-cekungan luas yang biasa disebut kolong. Kolong bekas tambang sering disangka bukan perairan alami, melainkan ruang buatan, dan daerah tersebut menyimpan residu logam berat seperti timbal (Pb), mangan (Mn), dan besi (Fe) dengan tingkat keasaman tinggi setelah terjadinya penambangan.
Tanpa kajian limnologi dan pemantauan kualitas air, kolong justru dapat menjadi “perangkap ekosistem” yang menimbulkan efek domino terhadap perairan sekitarnya — mulai dari perubahan komposisi biota, pencemaran logam berat, hingga degradasi rantai makanan alami.
Lebih jauh, kawasan kolong dan sistem aliran air di sekitarnya sudah pasti menjadi habitat alami bagi berbagai spesies ikan native dan endemik Bangka Belitung yang berevolusi selama ribuan tahun. Kehadiran spesies asing seperti ikan nila di area tersebut berpotensi mengganggu keseimbangan genetik, memangsa larva ikan lokal, menjadi pesaing dalam pakan di habitat, dan mempercepat hilangnya populasi dari ikan-ikan native dan endemik Babel.
Menurut Swarlanda, peneliti sekaligus pembina Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung (YIEBB), yang seharusnya dilakukan perusahaan tambang bukanlah menebar ikan introduksi seperti nila, melainkan memulihkan vegetasi alami, menjaga kualitas air, dan melindungi spesies endemik yang tersisa.
“Kita seharusnya memulihkan yang rusak, bukan menambah beban ekosistem dengan spesies asing. Rehabilitasi lingkungan bukan soal tebar ikan, tapi soal menjaga keseimbangan kehidupan yang asli,” ujar Swarlanda.
Kritik terhadap CSR Hijau PT Timah
Program Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya mengedepankan konservasi berbasis ilmu pengetahuan.
Sebagai BUMN, PT Timah mestinya menjadi pelopor penyelamatan biodiversitas air tawar Babel, bukan penggerak tebar spesies invasif.
“Utamakan terlebih dahulu spesies endemik Babel. Mereka adalah warisan biologis dunia yang diatur jelas oleh hukum internasional,” tegas pernyataan resmi redaksi Lawang Pos.
Seruan Lawang Pos
Lawang Pos menyerukan:
-
PT Timah Tbk menghentikan seluruh kegiatan penebaran ikan nila di kolong bekas tambang.
-
Pemerintah Daerah dan DPRD Babel segera menyusun Perda Perlindungan Spesies Endemik dan melarang pelepasan spesies invasif.
-
Kementerian LHK dan KKP melakukan audit ekologis atas seluruh program CSR PT Timah Tbk.
-
PT Timah wajib bekerja sama dengan YIEBB dalam setiap program pemulihan lingkungan.
Penutup
Bangka Belitung bukan sekadar tanah timah. Ia menyimpan DNA kehidupan air tawar dunia.
Menebar ikan hama atas nama pelestarian bukanlah solusi, melainkan ancaman terhadap masa depan biodiversitas dan identitas ekologis Babel.
“Pelestarian bukan untuk pencitraan, tapi untuk menjaga warisan biologis dunia agar tetap hidup di tanah Babel.”
— Swarlanda, Yayasan Ikan Endemik Bangka Belitung (*RZ)





