Penulis : Reza Saputra, SH.
Lawangpos.com, Bangka Belitung Posisi Wakil Gubernur dalam Perspektif Hukum dan Pemerintahan di Indonesia, serta dampaknya terhadap opini keretakan kinerja antara Gubernur dan Wakil Gubernur, dapat dijelaskan berdasarkan beberapa dasar hukum dan analisis implementatif di lapangan.
1. Posisi Wakil Gubernur Menurut Peraturan Perundang-undangan
a. Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda)
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden tentang pelantikan kepala daerah
b. Kedudukan dan Fungsi
Dalam UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 26:
Gubernur adalah kepala daerah provinsi yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan.
Wakil Gubernur mendampingi Gubernur, dan membantu Gubernur dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan daerah provinsi.
Posisi Wakil Gubernur:
Bukan bawahan, tetapi pasangan jabatan politik yang dipilih dalam satu paket melalui pemilu.
Wakil Gubernur bertindak atas pendelegasian tugas dari Gubernur.
Tidak memiliki kewenangan otonom kecuali didelegasikan secara tertulis atau dalam kondisi tertentu, misalnya saat Gubernur berhalangan.
2. Hak dan Kewajiban Wakil Gubernur
a. Hak Wakil Gubernur
Hak menjalankan tugas-tugas pemerintahan yang diberikan oleh Gubernur.
Hak mendapatkan fasilitas dan protokol pemerintahan.
Hak atas informasi, akses pengambilan keputusan terbatas yang berkaitan dengan tugas pendampingan.
b. Kewajiban Wakil Gubernur
Menjaga hubungan harmonis dengan Gubernur.
Melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Melaporkan pelaksanaan tugas yang didelegasikan.
Tidak mengambil kebijakan strategis tanpa persetujuan atau mandat tertulis dari Gubernur.
3. Dampak terhadap Opini Keretakan Kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur
Keretakan antara kepala daerah dan wakilnya sering terjadi dan dapat menjadi konsumsi publik yang memengaruhi legitimasi serta kepercayaan masyarakat. Dampaknya meliputi:
a. Secara Hukum dan Pemerintahan
Pemerintahan menjadi tidak efektif karena komunikasi tidak harmonis.
Koordinasi lintas OPD (Organisasi Perangkat Daerah) bisa terganggu karena dualisme kepemimpinan.
Wewenang Wakil Gubernur terbatas, sehingga jika hubungan memburuk, ia menjadi tidak berdaya secara formal.
b. Secara Sosial dan Politik
Muncul opini publik negatif bahwa ada konflik kepentingan, yang menurunkan kepercayaan masyarakat.
Isu keretakan digunakan sebagai komoditas politik oleh lawan politik menjelang Pilkada.
Menimbulkan kesan tidak adanya integrasi visi dan misi kepemimpinan daerah.
4. Kesimpulan
Wakil Gubernur memiliki posisi legal yang kuat, tapi secara praktis, sangat tergantung pada kehendak dan relasi dengan Gubernur.
Undang-undang memang memberikan batasan jelas terhadap kewenangan Wakil Gubernur, agar tidak terjadi dualisme pemerintahan.
Untuk menjaga kestabilan pemerintahan daerah, sangat diperlukan komitmen politik dan komunikasi efektif antara Gubernur dan Wakil Gubernur. (Antca)