Lawangpos.com, Pangkalpinang – Sidang ketiga perkara sengketa tata usaha negara antara Edi Irawan melawan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pangkalpinang, Kamis (28/8/2025). Agenda yang seharusnya memasuki tahap pembuktian tambahan terpaksa tersendat akibat persoalan serius terkait keaslian dokumen dari Komisi Informasi.
Majelis hakim meminta perwakilan Komisi Informasi menyerahkan seluruh berkas persidangan terdahulu, termasuk berita acara serta transkrip lengkap hasil rekaman sidang. Dokumen itu dinilai penting sebagai pijakan utama dalam perkara yang diajukan Edi. Namun, majelis menemukan kejanggalan: salinan putusan dan berkas yang dibawa tidak memuat tanda tangan basah ataupun barcode resmi.
Karena kekurangan tersebut, majelis menilai dokumen belum memiliki kekuatan autentik. Akibatnya, jalannya persidangan tidak bisa dilanjutkan ke pokok perkara. “Majelis menegaskan agar berkas yang benar-benar ditandatangani majelis Komisi Informasi segera dihadirkan kembali. Tanpa itu, putusan tidak dapat dianggap sebagai dokumen sah,” ujar salah satu anggota tim kuasa hukum Edi usai sidang.
Selain itu, kuasa hukum Edi—Bujang Musa, Apri Anggara, dan Ari Aditia Pangestu—mengajukan keberatan tambahan. Mereka menemukan adanya perbedaan mendasar dalam putusan Komisi Informasi. Dalam dokumen tertulis disebutkan ada saksi ahli, tetapi dalam berita acara hanya tercantum istilah saksi. Perbedaan itu dinilai bukan sekadar urusan redaksional, melainkan menyangkut bobot hukum keterangan yang diberikan.
“Kalau disebut saksi ahli, maka keterangannya harus diuji melalui keahlian yang dimiliki. Kalau hanya saksi, statusnya berbeda. Kekeliruan istilah ini bisa menimbulkan kerancuan dalam proses hukum,” jelas Bujang Musa.
Majelis hakim kemudian menunda sidang hingga 4 September 2025. Pada agenda berikutnya, Komisi Informasi diwajibkan menghadirkan dokumen resmi dengan tanda tangan basah sekaligus memberikan klarifikasi soal perbedaan istilah saksi dan saksi ahli dalam berita acara.
Perkara ini semakin memperlihatkan keruwetan birokrasi hukum di Bangka Belitung. Gugatan Edi tak hanya menguji prosedur, tetapi juga mempertanyakan integritas dokumen resmi dan konsistensi lembaga publik dalam menjalankan mandatnya. Publik kini menunggu: apakah sidang berikutnya akan membawa kejelasan, atau justru menyingkap kelemahan baru dalam tata kelola hukum daerah? (Mn/*)