Lawangpos.com, Bangka Belitung — Ribuan warga dari berbagai desa pesisir di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggelar aksi damai di halaman Kantor Gubernur, Senin (21/7/2025). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap rencana aktivitas penambangan laut di wilayah perairan Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah.
Massa aksi membawa spanduk, poster, dan menyampaikan orasi secara bergantian, menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak penambangan terhadap lingkungan laut dan keberlangsungan hidup nelayan.
Aksi ini menjadi simbol akumulasi kekecewaan warga yang merasa aspirasinya selama dua dekade kurang direspons oleh pemerintah. Sejak tahun 2005, masyarakat Desa Batu Beriga dan desa-desa sekitar terus menyuarakan aspirasi mereka agar laut tidak dijadikan area tambang.
“Kami sudah berkali-kali menyampaikan aspirasi. Hari ini kami datang lagi untuk menegaskan bahwa kami ingin hidup dari laut yang bersih, bukan dari tambang,” ujar seorang tokoh masyarakat Batu Beriga di hadapan massa.
Masyarakat dari wilayah Lubuk Besar, Lepar Pongok, Tanjung Labu, Batu Beriga, hingga Tanjung Berikat ikut serta dalam aksi tersebut. Mereka menyampaikan tuntutan utama, yakni pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di perairan pesisir mereka dan penetapan kawasan tersebut sebagai zona bebas tambang (zero tambang).
Dukungan juga datang dari organisasi lingkungan hidup. Direktur Eksekutif WALHI Bangka Belitung, Ahmad Subhan Hafiz, hadir langsung dalam aksi untuk mempertegas tuntutan warga.
Menurut Hafiz, ada tiga poin mendesak yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah:
1. Menghentikan penerbitan IUP baru di wilayah laut.
2. Mengevaluasi IUP aktif yang dinilai merusak lingkungan.
3. Melakukan pemulihan terhadap ekosistem yang terdampak aktivitas penambangan.
Hafiz juga mengusulkan agar wilayah perairan dari Batu Beriga hingga Batu Perahu ditetapkan sebagai zona tangkap nelayan yang dilindungi, guna menjamin keberlanjutan ekonomi dan budaya pesisir.
Menanggapi aksi tersebut, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung menyatakan menerima aspirasi warga dan secara prinsip menyetujui tuntutan yang diajukan. Gubernur juga menyatakan akan mengirimkan surat rekomendasi kepada pemerintah pusat.
Meski demikian, Hafiz mengingatkan masyarakat agar tetap kritis dan aktif mengawal proses kebijakan.
“Janji politik perlu dikawal bersama. Kita berharap keputusan yang diambil benar-benar berpihak pada masyarakat, bukan pada kepentingan investasi tambang,” ujarnya.
Salah satu peserta aksi, Rela, seorang pedagang ikan dari Tanjung Labu, menyampaikan kekhawatirannya.
“Saya bukan nelayan, tapi penghasilan saya bergantung pada hasil laut. Kalau laut tercemar, dagangan saya tidak akan laku,” katanya.
Bagi sebagian warga, penolakan terhadap tambang bukan semata soal ekonomi, tetapi juga soal identitas.
“Kami adalah anak cucu pelaut. Kami ingin laut ini tetap ada untuk anak cucu kami kelak,” ungkap seorang nelayan.
Aksi damai ini menjadi pengingat bahwa masyarakat pesisir masih bersatu memperjuangkan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Kini, keputusan berada di tangan pemerintah pusat: akankah aspirasi ribuan warga didengar, atau kembali diabaikan? (Mn/*)